Social Media

Tentang Menjadi Fangirl yang Tahu Batasan

Sunday, April 5, 2020

Sebenarnya, menjadi fangirl tahu batasan itu bagaimana?

Batasannya sampai mana?


Menurut saya yang sudah masuk tahun ke dua belas menjadi fangirl ini, tahu batasan adalah tahu menempatkan diri dan menempatkan para idol di kehidupan. Tahu bahwa idol bukan milik kita, dia juga manusia biasa yang bisa berbuat salah dan kebahagiaan kita bukan tanggung jawab idola.

Untuk yang terakhir memang pahit, tetapi itu memang harus diingat, bahwa kebahagiaan kita adalah tanggung jawab pribadi. Meski kita melihat idol tertentu merasa bahagia, tetapi jangan terus menerus melakukan hal seperti itu. Karena pada akhirnya kalau idola tersebut menghancurkan ekspetasi di kepala nantinya akan limbung dan kebingungan harus merasa seperti apa.

Saya bisa menulis seperti di atas karena sudah mengalaminya dengan BTS. Jadi saya harap ini berhenti di diri ini saja dan yang membaca ini (kalau ada) jangan sampai masuk ke jurang yang sama. Apalagi sampai menjadikan idol alasan untuk hidup, nanti kalau idola tersebut tidak sesuai dengan ekpetasi yang sudah terbangun di kepala, justru ingin mengakhiri hidup karena merasa alasan hidup sudah tidak ada lagi.

Bagi saya, mengetahui batasan untuk berfangirl itu perlu. Memberi batasan agar tidak menyakiti jika idol tersebut suatu saat melakukan kesalahan yang sebenarnya manusiawi. Batasan-batasan itu bisa dibangun dan dibuat jika dari awal diri sendiri sudah menentukan apa yang diinginkan dalam fangirl. Setelah menentukan dan membuat batasan, maka tetaplah di garis tersebut agar tetap bahagia dan bukan stress saat fangirl.

Bagi saya, fangirl yang tahu diri adalah:

  • Membeli album jika ada uang
  • Streaming secara legal
  • Mendukung apa pun yang idol saya sukai kerjakan
  • Tahu diri bahwa idol suatu saat akan berpacaran dan menikah, tetapi bukan bersama saya
  • Saya tahu idol hanya memperlihatkan apa yang mereka pilih untuk diperlihatkan kepada fansnya
  • Fangirl adalah bersenang-senang, bukan untuk adu saling superior

Saya juga jauh dari sempurna menjadi fangirl yang tahu batasan. Namun, bukan berarti tidak bisa untuk terus berada di garis yang telah ditentukan. Karena saya tahu, fangirl sejatinya adalah untuk pelarian dari hal-hal yang membuat penat di dunia nyata.
Read More

Tentang Mencintai Diri Sendiri

Sudah lama tidak menulis kemarin dan sebenarnya lumayan canggung karena bingung harus mulai bercerita dari mana. Namun, kejadian hari ini membuat saya merasa harus menuliskan ini agar menjadi pengingat jika suatu hari nanti terjatuh ke dalam lembah yang sama.

Jangan lupa cintai diri sendiri.


Hari ini, secara spontan saya ingin memainkan make up dan saya yakin skill sudah berkurang jauh. Namun, siapa yang menduga jika hasilnya jauh dari ekspetasi dan membuat saya bahagia? Seolah orang yang dilihat dikaca itu bukanlah saya dan membuat saya terdiam cukup lama.

Kapan saya merasa cantik?

Kapan saya merasa bahagia saat melihat pantulan diri di kaca?

Kapan saya benar-benar mengurus diri sendiri sehingga menjadi seperti ditampilkan di kaca?

Pertanyaan itu yang membuat saya terdiam dan hampir menangis. Karena saya sadar tiga bulan belakangan hidup begitu kacau dan setiap melihat diri sendiri di kaca rasanya hanya ingin memaki karena tidak bahagia. Karena sedang tidak mencintai diri sendiri.

Karena banyak hal yang terjadi selama 3 bulan ini.

Mulai saya kehilangan teman baik yang selama ini berbagi banyak hal, tentang saya yang tidak begitu menyukai lagu BTS yang terbaru dan tidak ingin menjadi ARMY lagi karena banyak yang merasa superior dari grup lainnya. Semua grup memiliki kisahnya sendiri dan meski tidak semua ARMY seperti itu, tetapi semua orang pasti akan menganggap semuanya (termasuk saya) adalah orang-orang sombong itu.

Waktu itu, alasan saya mau ke psikiatri adalah menyukai lagu BTS dan merasa harus menyelamatkan diri sendiri. Namun, saat di fase saya tidak menyukai lagu BTS yang terbaru dan tidak mau menjadi bagian ARMY, saya hilang arah dan limbung. Saya memutuskan berhenti minum obat dan berhenti datang ke psikiatri. Bahkan meski saya selalu keluar rumah setiap hari menemui teman-teman saya agar menjaga kewarasan, itu tidak cukup.

Saya merasa tidak baik-baik saja karena tidak bertemu psikiatri, tetapi saya tidak mau minum obat lagi. Saya benci obat-obat itu dan memutuskan tidak akan meminumnya lagi. Namun, saya tahu itu salah dan pada akhirnya saya mengambil langkah tegas setelah menangis bertengkar dengan mama karena lebih memilih orang asing untuk dibela daripada saya, anaknya sendiri.

Pergi ke klinik kopri untuk meminta surat rujukan ke dokter psikiatri yang baru, bukan yang selama setahun lebih ini saya selalu datangi. Saya merasa harus menyelamatkan diri sendiri dan tidak perlu percaya dengan siapa pun kecuali diri sendiri dan psikiatri pilihan saya.

Tentang psikiatri baru ini akan saya ceritakan di postingan lain. Namun, setelah itu saya mulai merasa tenang dan hidup mulai bisa lebih teratur. Saya bisa mengontrol emosi yang seharusnya di saat itu akan merasa marah karena tidak dianggap sebagai anak yang berhak tahu akan segala situasi yang mama hadapi.

Saya bisa tidur di bawah jam 12 malam.

Saya bisa bangun pagi meski bukan alasan bekerja di kantoran (meski lagi korona begini, kebanyakan kantor juga meliburkan karyawannya).

Saya bisa kembali merawat diri.

Saya bisa merasa bahagia dan merasa cantik.

Saya bisa merasa kembali mencintai diri sendiri.

Mencintai diri sendiri itu proses yang tidak ada akhirnya. Jika suatu saat saya terjatuh kembali, adanya tulisan ini bisa sebagai pengingat bahwa saya bisa melewati semuanya. Karena pada akhirnya, semua jawaban itu seklise 'waktu akan menjawab semuanya'.
Read More

Hello, 2020

Wednesday, January 1, 2020

Jadi ... apa yang diinginkan pada tahun 2020 ini? Lumayan banyak dan spesifik sebenarnya. Entah akan bisa terwujud atau tidak, karena setengahnya adalah keinginan yang kalau dilihat sekarang rasa-rasanya seperti impian yang tidak tahu diri.


Katanya tahun baru, resolusi baru. Sebenarnya saya tidak percaya dengan resolusi-resolusi karena biasanya tidak berakhir dengan baik. Namun, tahun 2019 lalu membuktikan bahwa resolusi yang tampak tidak mungkin tersebut ternyata memungkinkan. Tahun 2020 ini, saya ingin menuliskan beberapa resolusi yang mungkin beberapa cukup ambisius. Semoga bisa tercapat semuanya dan bisa dituliskan reviewnya pada akhir tahun nanti.

Resolusi tahun 2020 ini:
  1. Kuliah S2 di Trisakti jurusan Teknik Perminyakan atau kuliah Sastra Inggris. 
  2. Memiliki pekerjaan yang bisa saya cintai dan setidaknya bisa mencukupi biaya hidup.
  3. Solo Trip ke Singapura.
  4. Memiliki pacar.
  5. Menerbitkan 2 novel di tahun ini. Satu cerita kolaborasi, satu adalah hasil karya sendiri.

Tidak usah banyak-banyak, tetapi semuanya cukup ambisius menurut saya. Terutama nomor 1, karena itulah saya sedang di fase belajar mati-matian agar bisa lulus tes nantinya di Trisakti. Doakan saya semoga bisa lolos dan membuat bangga diri sendiri.

Bisa dibilang, harapan saya terbesar terletak di nomor 1 dan 5, karena itu adalah passion saya. Hal yang ingin saya buktikan kepada dunia bahwa saya bisa, mampu dan pantas untuk mendapatkannya. Tidak apa-apa dianggap halu, tetapi bukankah semua impian berasal dari halu?
Read More